Senin, 28 Maret 2011

PRAGMATIK: Kerjasama dan Implikatur

Kerjasama dan Implikatur

Dalam sebuah tuturan, akan terlibat interaksi antara penutur dan petutur/mitra tutur. Faktor utama dalam keberhasilan sebuah interaksi tutur adalah faktor kerjasama. Dari faktor kerjasama inilah akan tercipta sebuah interaksi tutur yang koheren, karena antara penutur dan mitra tutur akan terjalin sebuah kesinambungan tuturan/pemikiran. Kerjasama merupakan bentuk yang sederhana dimana orang-orang yang sedang terlibat dalam tindak tutur umumnya tidak berusaha untuk membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam banyak peristiwa tutur, kerjasama merupakan titik awal untuk menjelaskan apa yang dituturkan.

Contohnya dalam sebuah percakapan antara seorang montir dan seorang anak laki-laki.

Anak laki-laki     : Apakah ban itu?

Montir        : Ban ya ban

Dari jawaban montir tersebut, tampak tidak memiliki nilai komunikatif, sebab tidak memiliki nilai komunikatif yang jelas. Hal ini disebut tautology (pengulangan kata tanpa menambah kejelasan). Jika ungkapan-ungkapan itu dipakai dalam percakapan, dengan jelas penutur bermaksud meminta informasi yang lebih banyak daripada yang dikatakan.

Jika seorang pendengar mendengar 'Ban ya ban', pertama-tama dia harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerjasama dan bermaksud menyampaikan informasi. Informasi tersebut tentunya memiliki makna yang lebih banyak daripada sekedar kata 'ban ya ban'. Makna ini merupakan makna tambahan atau disebut juga implikatur. Dengan mengatakan 'ban ya ban' penutur berharap bahwa mitra tutur dapat menentukan implikatur yang dimaksud berdasarkan tonteks, berdasarkan apa yang sudah diketahui.

Setelah penutur diberi kesempatan menilai Ban, penutur menganggapi tanpa penilaian, jadi dia tidak memiliki implikatur untuk dikatakan pada mitra tuturnya. Padahal jika disimpulkan akan muncul implikatur tambahan, misalnya bahwa ban adalah salah satu komponen kendaran bermotor, berbentuk bulat, dan lain-lain.

Implikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan daripada yang dikatakan. Agar implikatur-implikatur itu dapat ditafsirkan maka harus dipahami beberapa prinsip kerjasama.

Prinsip Kerjasama

    Prinsip kerjasama dapat diperinci dalam empat sub-prinsip yang disebut dengan maksi (Grice, 1975). Yaitu:

  1. Maksim Kuantitas

        Maksim kuantitas adalah percakapan yang singkat tetapi maknanya padat, tepat, dan tidak berbelit-belit. Contohnya "Saya sedang makan di restoran padang"

  1. Maksim Kualitas

        Maksim kualitas adalah percakapan yang sesuai denan kenyataan dan faktanya. Contohnya "Hari ini mendung" (diucapkan pada saat cuaca memang sedang mendung)

  1. Maksim Hubungan

        Maksim hubungan adalah kerelevanan. Artinya terjalin kerjasama yang baik antara penutur dan mitra tutur.

  1. Maksim Tindakan

        Ada syarat dalam maksim tindakan, yaitu hindarkan ungkapan yang tidak jelas, buat tuturan sesingkat mungkin (hindari tuturang panjang-lebar yang tidak perlu), dan buatlah secara urut atau teratur. Contohnya "saya sedang mengerjakan tugas Pragmatik"


 

PEMBAHASAN

Contoh ujaran I :

Pada suatu siang seorang salesman alat penghisap debu menuju sebuah rumah di sebuah perumahan yang baru di huni beberapa keluarga. Diketuknya pintu depan rumah baru tersebut. Sebelum sempat nyonya rumah itu berkata sepatah kata pun ia menghamburkan segala macam kotoran ke karpet ruang tamu untuk demo alat yang ditawarkan.

    Sales : " nyonya"

Sales : "saya yakin akan kemampuan mesin ini. Karpet ini akan bersih kembali dalam sekejap. Jika nanti masih ada kotoran yang tertinggal saya bersedia memakannya ".

    Nyonya : "kalau begitu mulailah makan sampah itu, rumah kami belum punya listrik" kata nyonya rumah itu. (kapanlagi.com).


 

ANALISIS

    Dari cuplikan humor tersebut jelas sekali terlihat bagaimana sang penutur (sales) menyampaikan maksudnya yang menginginkan agar barang yang dijualnya dapat di beli oleh pembeli yaitu mitra tuturnya (Nyonya). Dengan berbagai bujuk rayu sales tersebut mencoba menawarkan alat penghisap debu tersebut. Pada penggalan berikut

"jika nanti masih ada kotoran yang tertinggal saya bersedia memakannya" kata sang sales berlagak.

    Ini membuktikan bahwa ujaran tersebut masuk ke dalam kategori prinsip kerja sama yaitu melanggar maksim kuantitas, karena seperti kita tahu, maksim kuantitas mengharuskan penuturnya untuk memberikan informasi seinformatif mungkin, tidak melebihi apa yang diinginkan mitra tuturnya. Berikut adalah contoh tuturan yang masuk kedalam pelanggaran maksim kuantitas. "saya yakin akan kemampuan mesin ini. Karpet ini akan bersih kembali dalam sekejap. Jika nanti masih ada kotoran yang tertinggal saya bersedia memakannya " Karena dalam ujaran terlalu di lebih lebihkan (hyper) sehingga menimbulkan anggapan bahwa alat penghisap debu itu benar-benar bagus sehingga tidak mungkin ada debu yang masih tertinggal.

    

        Selain melanggar maksim kuantitas, ternyata tuturan di atas juga mempunyai kecenderungan untuk masuk ke dalam klasifikasi tuturan yang melanggar maksim kualitas. Poin utama yang harus ditaati dalam maksim kualitas adalah, jangan menuturkan tuturan yang kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan, dalam arti tuturan itu harus sesuai dengan faktanya. Contoh tuturan yang melanggar maksim kualitas adalah sebagai berikut. "saya bersedia memakannya " Tuturan itu sangat jelas melenceng dari asas kelaziman, karena sangat tidak mungkin ada manusia yang bersedia memakan sampah, atau boleh dikatakan tuturan itu memuat "kebohongan besar".

.    Tetapi ada yang lebih unik lagi yang menggelitik penulis yaitu maksud yang disampaikan oleh penutur ternyata tidak diterima sama oleh mitra tuturnya. Dapat dilihat dalam penggalan berikut

"kalau begitu , mulailah makan sampah itu. Rumah kami belum punya listrik" kata nyonya..

    Terlihat jelas ternyata maksud penutur tidak diterima dengan baik oleh mitra tuturnya yaitu pembeli. Sesuai konteks, yakni tuturan humor, adalah hal yang wajar apabila banyak tuturan-tuturan yang tidak selaras, atau tidak sesuai dengan asas kelaziman. Seperti kita lihat, berbagai pelanggaran (maksim kualitas dan kuantitas) yang dituturkan oleh penutur ternyata dilakukan juga oleh mitra tutur, yaitu melanggar maksim relevansi. Terlihat dari contoh berikut:. "kalau begitu mulailah makan sampah itu, rumah kami belum punya listrik" kata nyonya rumah itu.

    . Dari percakapan tersebut bisa kita lihat tidak adanya kerja sama yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tutur atau sebaliknya. Sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran, khususnya relevansi.


 

Contoh ujaran II :

Si bun bun bertandang ke rumah seorang teman yang baru saja dia kenal . setelah disuguhi kopi dan ngobrol kesana kemari, bun bun bermaksud handak meminta sebtang rokok padanya. Namun ia, merasa malu untuk menyampaikannya secara langsung maksudnya itu, maka ia memancing dengan meminjam korek api dulu pada temannya yang kebetulan buka perokok.

Bun bun        : " eh punya korek api?"

Teman        : " nih,!" (sambil menyodorkan sebuah korek gas pada bun bun)

Bun bun    : " mmm.....sekalian sama yang biasanya dinyalai dog!" (maksud bun bun adalah rokok)

Teman        : " oh...sebentar ya"

Teman bun bun beranjak dari kursinya menuju ke dapur untuk beberapa saat dan keluar lagi ke ruang tamu.

    Teman        : " nih!" katanya sambil memberikan sebatang lilin pada bun bun.    


 

ANALISIS

"Eh punya korek api?" adalah tuturan yang dapat di masukan ke dalam teori Indirect speech act atau tuturan tidak langsung. Karena, si penutur (Bun-bun) sebenarnya tidak mempunyai tujuan hanya meminta korek api (kalimat tanya), melainkan secara tersirat juga mengandung permintaan kepada mitra tuturnya untuk sekaligus memberinya rokok (kalimat perintah), seperti dalam kutipan berikut, : " mmm.....sekalian sama yang biasanya dinyalai dog!" (maksud bun bun adalah rokok).

Dan sesuai dengan hipotesis penulis, bahwa memang dalam konteks humor, semua tuturan adalah ketidakselarasan. Dan fakta itu di dapat dari tuturan penutur yang secara tersirat meminta sebatang rokok, tetapi interpretasi yang dimaknai oleh mitra tutur tidak sesuai dengan yang diharapkan penutur, mitra tutur malah mengambil lilin. Dalam hal ini mitra tutur melanggar maksim relevansi. Ini terlihat dari tuturan : "Nih!" katanya sambil memberikan sebatang lilin pada bun-bun."    

Itulah analisis tentang dua cuplikan humor yang dapat penulis kaji.

SIMPULAN

    Setelah melakukan observasi, maka fakta yang didapat adalah sebagai berikut:

1. Bila dalam konteks konvensional, berbagai pelanggaran terhadap maksim kerja sama itu akan berimplikasi kepada tidak harmonisnya sebuah transaksi komunikasi. Namun demikian, bila pelanggaran itu berjalan dalam konteks humor maka kelucuanlah yang akan didapatkan.

2. jika sebuah bahsa kita teliti dengan baik maka dalam percakapan kita sehari-hari mungkin akan banyak sekali deretn pelanggaran maksim-maksim dari prinsip kerjasama tersebut. Ini juga dapat kita simpulkan bahwa ujaran manusia memang cukup unik dan ternyata dalam sebuah ujaran bisa terdapat adanya berbagai interpretasi dari mitra tutur, dan jika terjadi kesalahpahaman atau misinterpretasi ini bisa di sebabkan karena mitra tutur tidak mempunyai pengetahuan yang smaa atau juga tidak mempunyai kesesuaian maksud seperti yang petnutur inginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar